Rabu, 09 Juni 2010

Tentang Seorang Lelaki Kurus

Oleh : Citra Lardiana P.

Terhenyak,..ketika melihat seorang lelaki kurus dengan janggut yang melambai. Dia jalan bersama 3 orang gadis,..Permisi mba…Auditorium dimana ya? “Tanya salah seorang gadis dari mereka.
“Lurus, belok kanan, terus lurus terus..” jawabku dengan penuh semangat. Tak segan2, aku langsung menanyakan asal mereka.
“Oia pak, saking pundi?”
Saking Tegal…”Jawab seorang bapak dengan logat Tegalnya.
Dengan bahagianya aku juga menyatakan hal yang sama…”Aku juga dari Tegal loh Pak,..
Begitulah ekspresiku akan kebanggaan daerahku,..hoho…
Beberapa saat berbincang, aku meninggalkan mereka dan berharap bisa bertemu kembali.
Sesaat kemudian, aku dapati seorang lelaki kurus dengan 2 gadis bersamanya, mungkin yang satu lagi registrasi. “Pikirku..”
Aku langsung menghampiri mereka dan mengucapkan salam. Kupersilahkan mereka untuk istirahat di stand anak2 Tegal. Lama kita berbincang, saling menyapa sampai cerita sana-sini. Oh, aku kira lelaki kurus itu adalah bapak mereka. Ternyata beliau adalah om mereka. Aku melihat lelaki kurus itu tak pernah merasa capek, walaupun tergopoh-gopoh mengurus keperluan keponakannya, tapi masih saja tersirat pancaran ketulusan dalam wajah beliau. Subhanallah,..
Singkat cerita, aku menghantarkan salah satu gadis yang berinisial ‘R’ ke stasiun poncol. Kita asyik saling berbagi cerita tentang kehidupan kampus, rumah dan keluarga. Ternyata orang tua ‘R’ sudah berpisah, upz…aku langsung terdiam dan tak melanjutkan perbincangan tentang orang tuanya. Maafkan aku, dek…”kataku dalam hati.” Dalam beberapa kasus, aku melihat seorang anak yang notabene dari “Broken home” menjadi anak2 yang susah di atur, kadang nakal dan berbuat seenaknya, ada yang lebih tragis sampai dia lari dari masalah dengan menggunakan obat2an terlarang. Astaghfirullahalazim..
Dan yang aku lihat sekarang adalah seorang akhwat yang luar biasa, dia mampu membuktikan kepada dunia bahwa anak “Broken home” juga mampu hidup tegar dan selalu optimis. Dia mampu menikmati hidup ini dengan sabar dan syukur,..yach aku bisa belajar darimu.
Lanjut cerita, selama ini yang membantu biaya kuliah dan urusan lainnya adalah lelaki kurus tadi yang tak lain adalah om 2 gadis yang bersamanya. Dan kudapati kisah lelaki bertubuh kurus itu, lelaki yang hanya berjualan buku dan usaha lainnya. Semua ini demi perjuangan beliau untuk bisa membantu keponakan2nya dalam menggapai cita dan memberikan spirit serta kekuatan dalam menjalani hidup. Beliau sungguh berhati mulia. Menolong dan membantu keponakannya dengan sepenuh hati. Tak butuh pamrih, karena beliau ikhlas memberi. Memberi seakan2 menerima, memberi menuai banyak manfaat, dengan memberi hati menjadi lapang. Memberi dan teruslah memberi kebermanfaatan kepada orang lain.
Hal ini mengingatkanku. Sudahkah aku berbuat baik dengan setulus2nya? Sudahkah aku menjadi manusia yang memberikan manfaat kepada orang lain? Sudahkah aku ikhlas memberi? Ikhlas, kata yang mudah diucapkan, kadang sulit direalisasikan. Nyatanya, seringkali tlah terucap kata ikhlas,..tulus,..tapi hati??? Kadang masih saja menolak, marah, benci, berteriak, sedih, menangis. Astaghfirullahalazim....
Kejadian ini mengingatkanku akan kata Sayyidina Ali bin Abi Thalib, “Allah tidak mempertemukan kita dengan seseorang, kecuali ada pelajaran yang dapat kita ambil”. Juga taushiyah seorang kawan, “Setiap kejadian bukanlah tanpa makna, melainkan ia adalah tarbiyah dari Allah”.
Teringat sebuah untaian kata dari Ust. Solikhin Abu Izzudin dalam bukunya “Happy Ending Full Barokah”, Jadikanlah setiap detik adalah kerja ikhlas dengan amal heroik, setiap detik adalah kerja cerdas dengan karya yang tercetak, setiap tetes keringat adalah kerja kerja keras sebagai syukur nikmat, setiap tetes airmata adalah kerja mawas sebagai lautan maghfirah dan jadikanlah setiap tetesan darah adalah kerja tuntas jihad untuk melaundry dosa.
Syukron jazakallah Pak… atas ‘pelajaran’ yang telah Bapak berikan padaku. Semoga Allah senantiasa mengistiqomahkan setiap ayunan langkah kita.

Tidak ada komentar: